Tampilkan postingan dengan label Kunci Kesuksesan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kunci Kesuksesan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Desember 2012

Kisah Hikmah-Keajaiban Salat 5 Waktu


Terkadang untuk menyampaikan sebuah kebenaran tidak perlu ceramah dan retorika. Tutur kata yang santun dan perilaku mengesankan dapat membuat seseorang simpati lalu jatuh hati.

Ubaid adalah seorang pegawai. Belasan tahun sudah Ia bekerja di sebuah bank swasta. Orangnya jujur, rajin dan taat beribadah. Agama baginya bukan hanya di masjid dan dinikmati sendiri. Namun agama menurutnya adalah dakwah, berbagi dengan sesama sehingga nilai dan sinarnya dapat dirasakan oleh orang lain.

Ubaid beruntung karena mendapatkan fasilitas KPR dari kantornya. Dua minggu sudah ia mencari-cari rumah yang sesuai dengan plafond kantor dan sesuai pula dengan keinginannya. Allah Swt. menunjukkan rumah yang sesuai untuknya di sebuah bilangan di Ciputat - Tangerang Cirendeu tepatnya.
Ubaid menceritakan kepada istrinya rumah yang baru saja dilihat. Sore itu Ubaid berjanji untuk mengajak istrinya untuk melihatnya sekaligus meminta persetujuan atas rumah yang dimaksud.

Setengah enam sore, Ubaid dan istri berangkat dari rumah menuju Cirendeu. Baru separuh jalan, terdengarlah kumandang azan Magrib. Mendengarnya, Ubaid berujar kepada istrinya. “Shalat Magrib kita numpang saja ya di rumah yang mau kita lihat!” Istrinya pun mengiyakan usul Ubaid.

Ubaid dan istri sampai di rumah itu. Pemilik rumah menyambut mereka dengan seulas senyum. Mereka dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Dalam pembicaraan yang mereka lakukan, Ubaid dan istri mengetahui bahwa ibu pemilik rumah adalah seorang janda usia 50 tahun lebih beranak dua.
“Berapa Bu rumah ini mau dijual?” Tanya istri Ubaid kepada pemilik rumah.
“Saya mau lepas dengan harga 300 juta,” sahut pemilik rumah.
“Gak bisa kurang?” Tandas istri Ubaid.

“Itu juga sudah murah... Kemarin ada yang tawar 260 juta saya gak kasih,” jawab pemilik rumah.
Mendengar itu Ubaid dan istri menjadi paham bahwa harga yang diinginkan pemilik rumah, namunplafond  dari kantor untuk Ubaid hanya Rp. 250 juta. Ubaid dan istri saling berpandangan. Budgetmereka tidak sesuai dengan harga rumah yang diinginkan.
Ubaid melirik jam di pergelangan tangannya. Masya Allah! Waktu Isya sebentar lagi tiba, padahal Ubaid dan istri belum shalat Magrib...

Ubaid lalu berkata kepada pemilik rumah, “Ibu, boleh kami numpang shalat di sini?”
Mendengar kalimat itu rona wajah pemilik rumah berubah drastis. Tampak kebingungan dan sedikit tegang. Ubaid merasakan hal itu, ia pun meralat kalimatnya, “Kalo gak boleh shalat di sini, masjid yang terdekat di mana ya?”
Kalimat ini pun menambah kekikukan bagi pemilik rumah, dan ia pun menyergah, “Masjid jauh dari sini!!!”
Ubaid pun menjadi bingung atas sikap dan jawaban dan pemilik rumah. Dalam hati ia menduga kalau-kalau pemilik rumah bukan seorang muslimah. Namun Ubaid dan istrinya harus segera shalat Magrib, ia pun berujar, “Kalo gak boleh shalat di dalam rumah, bolehkah kami shalat di teras?”

Merasa terdesak, pemilik rumah akhirnya mengizinkan. Maka jadilah Ubaid dan istrinya shalat Magrib di teras rumah. Tanpa alas apa pun sebagai sejadah mereka.

Usai shalat, Ubaid dan istri melanjutkan pembicaraan dengan pemilik rumah. Tidak berlangsung lama, mereka pun berpamitan. Sayang malam itu tidak ada angka yang disetujui oleh mereka, baik oleh Ubaid dan istri ataupun dari pemilik rumah. Masing-masing bertahan dengan harga dan uang yang mereka mau.
Malam itu akhirnya gak ada angka yang pas pemilik rumah maunya 300 juta, padahal Ubaid hanya boleh ngambil KPR maksimal Rp. 250 juta

Namun keanehan luar biasa terjadi. Keesokan paginya, ibu pemilik rumah menelepon ke HP Ubaid, Ubaid bercerita bahwa pemilik rumah itu bertanya lewat pembicaraan telepon pagi-pagi sekali, “Pak Ubaid, saya nelepon cuma mau tanya, apakah setiap rumah yang hendak bapak beli harus disembahyangkan dulu?!”

dahi Ubaid sempat berkernyit, dan bertanya-tanya dalam hati “Maksudnya apa, ya ?”

“ maaf, bukan begitu ibu, saat itu kami berdua belum shalat Magrib padahal waktu Isya sudah hampir masuk, jadi apa yang kami lakukan adalah sebuah kewajiban bukannya untuk menentukan rumah itu cocok atau tidak!” Ubaid menjelaskan kalimat yang ia sampaikan kepada ibu pemilik rumah.

“Tapi Pak, entah kenapa usai Bapak dan istri pulang saya kok merasa cocok dan menjadi tenang hati saya, makanya pagi-pagi ini saya langsung menelepon ke HP Bapak,” ujar Ubaid menceritakan

Lebih panjang Ubaid bercerita bahwa ibu itu mengaku sudah hampir 30 tahun tidak pernah shalat sejak ditinggal oleh suaminya dan harus membesarkan kedua anaknya. Hidupnya panik dan sulit. Ia harus bekerja dan mencari nafkah. Duit dan duit yang ada dalam kepalanya, dia lupa sama sekali untuk menyembah Allah.
“Sekarang, ibu itu tidak kurang 3 kali dalam seminggu pasti menelepon atau berkunjung ke rumah saya. Dia mau belajar menjadi muslimah lagi katanya,” Ubaid menjelaskan

“Rumah itu sudah kami beli darinya. Harganya pun amat menakjubkan! Jauh dari dugaan kami semula. Kami membelinya dengan harga Rp. 220 juta saja!!!” Tambah Ubaid.
“Lebih hebatnya lagi, sampai sekarang rumah itu baru separuh kami bayar. Bukan karena keinginan kami, tapi keinginan ibu itu!!!” Tegas Ubaid.
“Kok bisa begitu?”

“Dia bilang bayar saja sisanya kalau saya sudah merasa puas belajar ibadah kepada Pak Ubaid dan keluarga!” Ubaid menutup kalimatnya sambil tersenyum.

Subhanallah, kisah ini begitu berarti buat kita yang mendengarnya. Terkadang bila ibadah sudah mewujud dalam bentuk indahnya akhlak seseorang, maka simpati dari sesama akan terbit dan menyinari kehidupan yang kita jalani. Ternyata, semuanya menjadi makin indah dengan ibadah!!!

“ Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji (kejahatan) dan munkar (anarkis) “ (QS.AL-Ankabut:45 )



Sabtu, 02 April 2011

Peran Suami Istri Untuk Sukses berRumah Tangga

Al-Usrah (keluarga) merupakan cikal-bakal masyarakat dan embrio generasi penerus. Artinya, masyararat dan generasi yang baik hanya akan terwujud bila setiap keluarga yang ada di dalamnya mengejewantahkan nilai dan tatanan kebaikan pada kesehariannya. Sebaik apa pun aturan dan sistem yang disiapkan pada suatu komunitas tanpa adanya bibit-bibit unggul yang disiapkan oleh madrasah keluarga, maka hanya akan menjadi barang mati dan tidak berarti sedikit pun. Sebaliknya, bila setiap madrasah keluarga mampu mendidik-ajarkan nilai dan budi pekerti luhur kepada peserta didiknya, maka mereka akan mampu merubah bahkan merombak keterbelakangan menjadi kemajuan, keburukan menjadi kebaikan dan kerendahan menjadi keluhuran.

Dan untuk mewujudkan keluarga yang berkemampuan mulia tersebut, tentu diperlukan keria sama solid yang saling mengisi dan melengkapi. Keduanya harus rela hati bersatu padu dan bahu membahu. Suami tidak akan mampu mewujudkannya tanpa peran serta isteri, demikian pula isteri, tanpa bantuan dan pertolongan suami.
Dinul Islam telah penuh dengan khazanah dan sejarah yang dapat dijadikan uswah hasanah di kancah kehidupan ini, tak terkecuali kehidupan keluarga. Setelah bulan suci Ramadhan yang penuh hikmah, di hadapan kita kembali disuguhkan bulan yang tidak kalah indahnya, yakni bulan-bulan haji. Berbicara tentang haji, ingatan kita tertuju kepada pendiri Baitullah, Nabi Ibrahim as. Dan sebagai keluarga muslim-mukmin sudah sepatutnya bila perjalanan keluarga Ibrahim as kita jadikan uswah dalam menata-rapikan tatanan kehidupan rumah tangga.
Mengelola Konflik
Kehidupan dunia bagaikan lautan, terkadang surut terkadang pasang. Bagikan siang dan malam, terkadang terang-benderang terkadang gelap-pekat. Itulah sunnatullah yang harus dihadapi dengan lapang dada dan husnudzdzon kepada-Nya. Pada hakikatnya semua problem amatlah berguna bagi orang yang memahaminya sebagai tantangan bukan sebagai halangan yang memutus-asakan. Seorang muslim-mukmin pasti memilih bersikap positive thinking ketika menghadapi suatu masalah dan menyediakan diri mencari celah dan memanfaatkannya sebaik mungkin.
Hal itu semata didasarkan pada keyakinannya bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Alam Nasyrah (94): 4 -5) dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqarah (2): 216). Dengan demikian seorang muslim-mukmin pasti menemukan jalan keluar dari berbagai problemnya, sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. ” (QS. Ath-Thalaaq (65): 2)
Setiap manusia dalam hidup ini pasti menghadapi masalah, tak terkecuali para nabi. Bahkan para nabi mendapatkan ujian terberat. Namun karena kedekatan dan husnudzdzonnya kepada Allah mereka mampu keluar darinya dengan baik nan cantik.
Nabi Ibrahim as dan ibunda Sarah ra dalam perjalanan rumah tangganya harus menghadapi kenyataan belum punya keturunan. Padahal umur keduanya sudah udzur. Menghadapi kenyataan seperti itu keduanya tidak larut didalamnya, tetapi bermusyawarah guna mencari jalan keluar terbaik. Dan akhirnya diperoleh permufakatan bahwa Ibunda Sarah memperkenankan Nabi Ibrahim as menikahi ibunda Hajar ra. Sesiap apa pun Ibunda Sarah ra, tetap saja dia harus bergelut dengan rasa cemburunya ketika mengetahui bahwa Ibunda Hajar telah hamil. Untuk membantu memadamkan kecemburuaannya, Nabi Ibrahim as menjauhkan jarak di antara keduanya dan atas perintah Allah, beliau menempatkan ibunda Hajar yang waktu itu sudah menimang bayi Ismail di padang Sahara yang jauh dari manusia dan hanya dibekali sedikit buah kurma dan air. Permasalahan tidak berhenti di sini, justeru sekarang yang harus mengahapi masalah adalah ibunda Hajar dengan bayi mungilnya. Namun lagi-lagi keluarga Nabi Ibrahim as mampu melewatinya. Dengan gigih dan tentu saja bersandarkan kepada Allah, mencari air tanpa mengenal lelah, berlari ke sana kemari, bolak-bail Shafa-Marwah hingga akhirnya menemukan sumber air yang kemudian terkenal dengan sumur Zam-Zam.
Inilah uswah dalam mengelola konflik yang membuahkan hasil sangat gemilang. Kisah ini nyata dan sepatutnya dijadikan kenyataan oleh setiap keluarga muslim dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan senantiasa akan muncul di dalam kehidupan rumah tangganya, agar memperoleh dan meraih kesuksesan. Insya Allah.
Sabar, Berupaya Maksimal dan Betawakkal
Dalam hidup ini tidak ada hasil tanpa didahului dengan upaya dan usaha terlebih dahulu. Dan bahwasanya seorang tidak memperoleh selain apa yang di usahakannya (QS. An-Najm (53): 39). Namun sebaik muslim-mukmin yang yakin pasti memahami bahwa pada kenyataannya, hasil tidak sepenuhnya bisa diramalkan seratus persen. Karenanya, dalam Dinul Islam selain berupaya dan berusaha bekerja secara maksimal, seseorang juga meniatkannya untuk mencari ridha Allah Swt (ibadah). Allah-lah yang Mahamengetahui dan Mahakuasa mendatangkan hasil. Itulah yang diteladankan Ibunda Hajar ra. Dia menentukan prioritas dan upaya yang jelas, yaitu mencari air, bukan yang lain. Kemudian ia berlari-lari bolak-balik antara Shafa dan Marwah dalam upaya maksimalnya mendapatkan air. Namun pada akhirnya air itu diperoleh di dekat Ka’bah, bukan di Shafa atau Marwah.
Adalah maklum bahwa seharusnya yang menjadi prioritas ialah terimplemantasikannya ajaran-ajaran luhur dalam kehidupan rumah tanggah kita. Suami mewujudkannya dalam mencari dan menjalani pekerjaan yang halal. Bersabar dan berupaya maksimal di dalamnya. Dan tidak lupa senantiasa menambah keilmuwan diniahnya untuk menunjang taqarubnya kepada Allah.
Sementara itu sang isteri mewujudkannya dalam pengabdian tulusnya menjaga suasana rumah agar tetap terhiasi dengan aneka keindahan dan kedamaian yang tidak bertentangan dengan peraturan agama. Bersama-sama dengan sang suami menjaga dan mengarahkan putera-puterinya agar senantiasa berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jangan sampai mereka ikut-ikutan dengan polah tingkah para remaja yang terjerumus dalam propaganda budaya yang amoral. Mulai dari sikap, tingkah laku, cara berpakaian dan pergaulan mereka.
Marilah kita meyakini dan meyakinkan kepada keluarga bahwa kaum muslimin mempunyai dua pusaka (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh niscaya kebahagian akan kita genggam di tangan. Tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Jangan sampai putera-puteri kita tidak percaya diri dengan jaminan tersebut, sehingga mereka memilih mengikuti cara dan pandangan hidup orang-orang yang jauh dari sentuhan keimanan, yang diantaranya ialah berpakaian tidak sesuai dengan aturan Islam. Jika mau berbusana muslim pun mereka lebih memilih model yang dicontohkan oleh para selebriti dari pada model yang sesuai dengan jati diri dan dan citra diri yang islami. Bahkan kalangan yang dianggap mempunyai pengetahuan agama yang cukup pun (para remaja puteri yang belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam), tak mau ketinggalan dalam hal ini. Seakan-akan mereka khawatir tergolong sebagai kaum yang ketinggalan jaman. Pergaulan bebas (takhlid) antara laki-laki dan perempuan sudah menjadi kebiasaan, bahkan menjadi kebanggaan. Anehnya ada sebagian dari para orang tua merasa bahagia bila anak-anak perempuannya pandai bergaul dengan teman laki-laki mereka. Dan merasa khawatir bila mereka terkesan malu dan tidak mempunyai keberanian untuk melakukan hal itu.
Akibatnya bisa kita saksikan, betapa banyak pemuda-pemudi (terutama mahasiswa dan mahasiswi) yang terjerumus pada perzinaan, bahkan tidak sedikit yang merekam perbuatan nista tersebut dengan kamera elektronik yang sekarang ini mudah diperoleh dan dipergunakan oleh siapa pun dan untuk apa pun. Mengerikan sekaligus menjijikkan, namun merupakan kenyataan.
Kenapa semua itu terjadi?. Wallahu A ‘lam. Tapi menurut hemat penulis, pada dasarnya yang mereka inginkan ialah mencari dan meraih kebahagiaan. Di sinilah semestinya tugas berat orang tua dalam artian yang khusus (bapak ibu) dan orang tua dalam artian yang lebih luas (ulama, pemimpin, cendekiawan, pendidik pengajar dan pengusaha). Para orang tua tersebut harus mengajarkan dan memberi teladan bahwa bagi orang yang beriman, bahwa kebahagiaan hanya dapat diraih dengan usaha maksimal disertai tawakkal dalam menjalani semua perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan sabar menghadapi segala bentuk godaan dan fitnah yang semakin marak akhir-akhir ini. Jujur saja, ambil salah satu contoh, dewasa ini kita sangat kesulitan mencari orang tua yang bisa dijadikan panutan. Sekarang ini kita sulit menentukan sipakah ulama yang benar-benar ulama. Yang sering kita jumpai ialah orang-orang yang hanya pandai bersilat lidah namun miskin amal (khuthoba) dan jarang sekali kita bertemu dengan orang-orang yang berilmu, mengamalkannya dan takut kepada Allah Swt (ulama).
Jadi, marilah kita tradisi-biasakan memberikan teladan bekeria keras, berusaha gigih dan berupaya maksimal untuk kemudian bertawakkal kepada Allah tentang hasil yang akan dicapai, niscaya Allah akan memberikan hasil yang terbaik kepada kita. Janganlah kita menjadi contoh yang buruk, yakni mendambakan kesuksesan besar tapi miskin usaha dan upaya dan lebih memilih jalan pintas daripada jalan lurus yang telah terbukti dapat membahagiakan semua orang, yaitu jalan Allah dan Rasul-Nya:
“Tidak, barang siapa menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah, dan ia berbuat kebaikan, baginya pahala pada Tuhannya. Tiada kekhawatiran terhadap mereka dan tiada mereka berduka cita. ” (QS. Al-Baqarah (2): 112)
Berdoa
Salah satu amalan penting yang sering diabaikan oleh sebagian besar kaum muslimin dalam membina rumah tangga ialah berdoa. Sebagai orang yang beriman seharusnya meyakini bahwa doa adalah salah satu dari sekian faktor keberhasilan seseorang. Doa adalah sejajar dengan usaha, bahkan lebih utama. Bahkan Allah telah menyatakan bahwa salah satu satu sifat ibaadurrrahman (para hamba kekasih Allah) ialah orang yang istiqamah mendokan istri dan keluarganya, sebagaimana difirmankan-Nya: “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri yang kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqan (25): 74).
Karenanya, dalam rangka menciptakan suasana rumah tangga idaman sudah saatnya setiap kaum muslimin mentradisikan saling mendoakan keluarganya; suami mendoakan isteri, isteri mendokan suami, orang tua mendoakan anak dan tentu saja anak mendoakan orang tua. Doa merupakan pengakuan tulus akan kekurangan dan keterbatasan seorang hamba dan kesadarannya yang tinggi terhadap ke-Mahasempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh sangatlah tidak patut jika kita sebagai makhluk yang lemah nan bodoh ini merasa mampu mengawasi, melindungi, mengarahkan dan menata keluarga dan enggan untuk memohon pertolongan kepada Dzat Yang Mahasempurna. Bukankah Khalilullah, Ibrahim as telah memberikan uswah dengan doa indahnya yang diabadikan dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim as berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak-cucuku dari menyembah berhala-herhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Mahamengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Mahamendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak-cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunanlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim (14): 35-41). Wallahu A ‘lam bishshowab.

Template by : Pesantren Facebook Inspiratif : kendhin x-template.blogspot.com