Jumat, 17 Desember 2010

Janganlah Engkau Pasrah Pada Takdir

Allah berfirman dlm QS. Al-Rad :11 yg berbunyi :

 إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِہِمۡ‌ۗ


"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Al-Rad :11)

SESUNGGUHNYA dari dalam jiwa akan terjadi perubahan. Barangsiapa yang merasa ridha, maka keridhaan yang akan dia dapatkan. Barangsiapa yang termakan kebencian, maka kebencian akan menggerogoti dirinya. Barangsiapa yang optimis akan mendapatkan kebaikan, maka dia akan mendapatkannya dan barangsiapa yang selalu khawatir akan tertimpa keburukan, maka dia akan menemukannya.

Sesungguhnya kebahagiaan muncul dari dalam jiwa, sebab jiwalah yang membawa perasaan dan emosi yang melihat sisi cerah kehidupan. Begitu juga keburukan berasal dari jiwa, karena yang dilihatnya hanya sisi gelap kehidupan. Rasa cinta pada manusia juga mencul dari dalam jiwa, karena yang dilihat dari mereka adaah sifat-sifat terhormat, kesetian dan kebaikan. Pun kebencian muncul dari jiwa, jika dia hanya memperhatikan tipu daya, pengkhianatan, dan minimnya pemahaman dan keingkaran mereka. 

Kegembiraan akan muncul dari jiwa jika dia dihidangi dengan cita dan optimisme, baik sangka, harapan mulia, sabar menunggu jalan keluar dari suatu kesulitan, dan menerima takdir dengan ridha. Kesedihan akan muncul dari jiwa jika dipenuhi dengan rasa putus asa, pesimis, perasaan tak berdaya dan gagal, su’uzh-zhan, prasangka bahwa keburukan akan menimpa dirinya dan menunggu-nunggu hal-hal yang jelek.

Barangsiapa mengubah keburukan yang ada dalam dirinya, lalu dia bertaubat dan kembali meratap kepada Allah serta bersiaga, maka akan dibukakan pintu padanya. 

Allah jalla sanu’hu berfirman:

 وَٱلَّذِينَ جَـٰهَدُواْ فِينَا لَنَہۡدِيَنَّہُمۡ سُبُلَنَا‌ۚ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-banar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS.Al-Ankabut {29}: 69).

Sebaliknya, barangsiapa yang membangkang dan berpaling dari Allah serta menolak hidayah-Nya, maka dia akan dipalingkan hatinya dari kebenaran. Allah swt Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا زَاغُوٓاْ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡ

 “Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (QS.Ash-Shaff {61}: 5).

Barangsiapa yang merasa lebih dekat dengan kesehatan daripada sakit dan laranya, maka rahmat Allah dan perlindungan-Nya akan datang menghampirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang pesimis dan menunggu kejelekan, maka dia akan dihantam bencana.

Rasulullah saw. datang mengunjungi seorang Badui yang sedang sakit panas, lalu beliau berkata kepadanya untuk memberikan harapan, “Tak apa-apa semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, InsyaAllah.” Namun orang Badui itu tidak menerima optimisme yang baik ini bahkan sebaliknya ia berkata, ‘Panas ini telah membakar orangtua yang telah mendekati kubur.’ Mendengar perkataannya, Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, itulah adanya.” (HR. Bukhari) Demikianlah, jika ia menginginkan bencana yang menimpa dirinya tetap ada, maka itulah yang akan didapatkannya.

Ada dua orang penyair yang dipenjarakan. Seorang optimis dan seorang lagi pesimis. Keduanya lalu melihat keluar jendela penjara. Yang optimis melihat sekilas pada bintang gemintang dan dia pun merekahkan senyumnya. Sedangkan yang pesimis, dia melihat jalan sempit, kemudian dia pun menangis sambil melantunkan syair:

“Yang berakal merasa sengsara dalam kenikmatan karena akalnya

Sementara si bodoh, dalam kemeranaan dia merasa nikmat.”

Beberapa orang Badui menginfakkan hartanya di zaman Nabi saw untuk tujuan jihad. Sebagiana dari antara mereka menjadikannya sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah, sebagian lainnya menjadikannya sebagai suatu kerugian. Yang pertama mendapatkan pahala perbuatannya, sedangkan yang kedua mendapatkan siksa, padahal dirham yang mereka keluarkan sama. Namun, nilainya kemudian berubah hanya karena niat yang bersarang dalam hati mereka.

Di antara peribahasa paling indah yang dikatakan mengenai hal ini : Hidupmu adalah sesuai dengan apa yang kamu pikirkan. Tidaklah kehidupan itu kecuali merupakan persepsimu terhadap sesuatu; cinta atau benci.

Dalam sebuah syair dikatakan,

“mata yang diliputi cinta tidak lagi mampu melihat aib

Sebagaimana mata kebencian hanya akan melihat kejelekan.”

Allah ta’ala, karena mengetauhi keimanan yang ada dalam hati para sahabat Rasulullah saw, Dia turunkan ketenangan dalam jiwa mereka. Di sisi lain, karena Allah mengetahui apa yang ada dalam jiwa orang-orang munafik, maka Allah tambahkan bagi dosa atas dosa mereka yang lain.

Sesungguhnya orang yang sesat dia tidak akan mendapatkah hidayah hingga dia melangkah dengan satu langkah dari dirinya, dan menerima secara terbuka hidayah tersebut dan mau melihat cahayanya. Dalam hadits qudsi disebutkan, “Barangsiapa yang berjalan mendekati-Ku, maka Aku akan datang padanya dengan berlari.” Dan seseorang tidak akan pernah tersesat hingga dia berniat melakukan penyimpangan, dan memiliki maksud yang tidak baik. Allah swt berfirman,

Kalau sekiranya Allah Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka. Tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (QS.al-Anfal {8}: 23)

Sesungguhnya pemilik nikmat akan senantiasa menikmatinya sepanjang dia tidak mengubah sikap pada nikmat itu dengan kekafiran dan mengubahnya dengan keingkaran. Firman-Nya, “Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (didunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS.Ibrahim {14}: 18). Demikian juga dengan bencana, maka dia akan senantiasa berada bersama dengan orang itu, hingga dia bertaubat dari keingkarannya dan menarik diri dari kekurang ajarannya, sebagaimana firman Allah, “Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS.Ash-Saaffaat {37}: 148)

Inilah sunnah yang akan senantiasa berjalan. Dan sekali-kali tidak akan didapatkan perubahan dalam sunnah Allah. Seorang pemangku kekuasaan yang berkuasa dengan benar dan adil, maka dia akan senantiasa memiliki harga diri, dan Allah akan menguatkan kekuasaannya. Allah swt berfirman, “Dan Kami kuatkan kerajaannya.” (QS.Shaad {38}: 20). Jika pemangku kekuasaan melupakan Allah, berlaku zhalim pada hamba-hamba-Nya, dan berlaku tidak adil dalam kekuasaannya, maka dia aakan hancur dan akan goyang sendi-sendi kekuasaannya. Firman-Nya, “Maka itulah rumah-rumah mereka dakam keadaan runtuh disebabkan kezhaliman mereka.” (An-Naml {27}: 52).

Demikianlah, tidak aka ada perubahan apa pun dalam diri kita, hingga kita sendiri mengubahnya dari dalam diri kita sendiri.

0 komentar:

Template by : Pesantren Facebook Inspiratif : kendhin x-template.blogspot.com