Terkadang untuk
menyampaikan sebuah kebenaran tidak perlu ceramah dan retorika. Tutur kata yang
santun dan perilaku mengesankan dapat membuat seseorang simpati lalu jatuh
hati.
Ubaid adalah seorang
pegawai. Belasan tahun sudah Ia bekerja di sebuah bank swasta. Orangnya jujur,
rajin dan taat beribadah. Agama baginya bukan hanya di masjid dan dinikmati
sendiri. Namun agama menurutnya adalah dakwah, berbagi dengan sesama sehingga
nilai dan sinarnya dapat dirasakan oleh orang lain.
Ubaid beruntung karena
mendapatkan fasilitas KPR dari kantornya. Dua minggu sudah ia mencari-cari
rumah yang sesuai dengan plafond kantor dan sesuai pula dengan
keinginannya. Allah Swt. menunjukkan rumah yang sesuai untuknya di sebuah
bilangan di Ciputat - Tangerang Cirendeu tepatnya.
Ubaid menceritakan
kepada istrinya rumah yang baru saja dilihat. Sore itu Ubaid berjanji untuk
mengajak istrinya untuk melihatnya sekaligus meminta persetujuan atas rumah
yang dimaksud.
Setengah enam sore,
Ubaid dan istri berangkat dari rumah menuju Cirendeu. Baru separuh jalan,
terdengarlah kumandang azan Magrib. Mendengarnya, Ubaid berujar kepada
istrinya. “Shalat Magrib kita numpang saja ya di rumah yang mau kita lihat!”
Istrinya pun mengiyakan usul Ubaid.
Ubaid dan istri sampai
di rumah itu. Pemilik rumah menyambut mereka dengan seulas senyum. Mereka
dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Dalam pembicaraan yang mereka
lakukan, Ubaid dan istri mengetahui bahwa ibu pemilik rumah adalah seorang
janda usia 50 tahun lebih beranak dua.
“Berapa Bu rumah ini mau
dijual?” Tanya istri Ubaid kepada pemilik rumah.
“Saya mau lepas dengan
harga 300 juta,” sahut pemilik rumah.
“Gak bisa kurang?”
Tandas istri Ubaid.
“Itu juga sudah murah...
Kemarin ada yang tawar 260 juta saya gak kasih,” jawab pemilik rumah.
Mendengar itu Ubaid dan
istri menjadi paham bahwa harga yang diinginkan pemilik rumah, namunplafond dari kantor
untuk Ubaid hanya Rp. 250 juta. Ubaid dan istri saling berpandangan. Budgetmereka
tidak sesuai dengan harga rumah yang diinginkan.
Ubaid melirik jam di
pergelangan tangannya. Masya Allah! Waktu Isya sebentar lagi tiba, padahal
Ubaid dan istri belum shalat Magrib...
Ubaid lalu berkata
kepada pemilik rumah, “Ibu, boleh kami numpang shalat di sini?”
Mendengar kalimat itu
rona wajah pemilik rumah berubah drastis. Tampak kebingungan dan sedikit
tegang. Ubaid merasakan hal itu, ia pun meralat kalimatnya, “Kalo gak boleh
shalat di sini, masjid yang terdekat di mana ya?”
Kalimat ini pun menambah
kekikukan bagi pemilik rumah, dan ia pun menyergah, “Masjid jauh dari sini!!!”
Ubaid pun menjadi
bingung atas sikap dan jawaban dan pemilik rumah. Dalam hati ia menduga
kalau-kalau pemilik rumah bukan seorang muslimah. Namun Ubaid dan istrinya
harus segera shalat Magrib, ia pun berujar, “Kalo gak boleh shalat di dalam
rumah, bolehkah kami shalat di teras?”
Merasa terdesak, pemilik
rumah akhirnya mengizinkan. Maka jadilah Ubaid dan istrinya shalat Magrib di
teras rumah. Tanpa alas apa pun sebagai sejadah mereka.
Usai shalat, Ubaid dan
istri melanjutkan pembicaraan dengan pemilik rumah. Tidak berlangsung lama,
mereka pun berpamitan. Sayang malam itu tidak ada angka yang disetujui oleh
mereka, baik oleh Ubaid dan istri ataupun dari pemilik rumah. Masing-masing
bertahan dengan harga dan uang yang mereka mau.
Malam itu akhirnya gak
ada angka yang pas pemilik rumah maunya 300 juta, padahal Ubaid hanya boleh
ngambil KPR maksimal Rp. 250 juta
Namun keanehan luar
biasa terjadi. Keesokan paginya, ibu pemilik rumah menelepon ke HP Ubaid, Ubaid
bercerita bahwa pemilik rumah itu bertanya lewat pembicaraan telepon pagi-pagi
sekali, “Pak Ubaid, saya nelepon cuma mau tanya, apakah setiap rumah yang
hendak bapak beli harus disembahyangkan dulu?!”
dahi Ubaid sempat
berkernyit, dan bertanya-tanya dalam hati “Maksudnya apa, ya ?”
“ maaf, bukan begitu
ibu, saat itu kami berdua belum shalat Magrib padahal waktu Isya sudah hampir
masuk, jadi apa yang kami lakukan adalah sebuah kewajiban bukannya untuk
menentukan rumah itu cocok atau tidak!” Ubaid menjelaskan kalimat yang ia
sampaikan kepada ibu pemilik rumah.
“Tapi Pak, entah kenapa
usai Bapak dan istri pulang saya kok merasa cocok dan menjadi tenang hati saya,
makanya pagi-pagi ini saya langsung menelepon ke HP Bapak,” ujar Ubaid menceritakan
Lebih panjang Ubaid
bercerita bahwa ibu itu mengaku sudah hampir 30 tahun tidak pernah shalat sejak
ditinggal oleh suaminya dan harus membesarkan kedua anaknya. Hidupnya panik dan
sulit. Ia harus bekerja dan mencari nafkah. Duit dan duit yang ada dalam kepalanya,
dia lupa sama sekali untuk menyembah Allah.
“Sekarang, ibu itu tidak
kurang 3 kali dalam seminggu pasti menelepon atau berkunjung ke rumah saya. Dia
mau belajar menjadi muslimah lagi katanya,” Ubaid menjelaskan
“Rumah itu sudah kami
beli darinya. Harganya pun amat menakjubkan! Jauh dari dugaan kami semula. Kami
membelinya dengan harga Rp. 220 juta saja!!!” Tambah Ubaid.
“Lebih hebatnya lagi,
sampai sekarang rumah itu baru separuh kami bayar. Bukan karena keinginan kami,
tapi keinginan ibu itu!!!” Tegas Ubaid.
“Kok bisa begitu?”
“Dia bilang bayar saja
sisanya kalau saya sudah merasa puas belajar ibadah kepada Pak Ubaid dan
keluarga!” Ubaid menutup kalimatnya sambil tersenyum.
Subhanallah, kisah ini begitu berarti buat kita yang mendengarnya. Terkadang
bila ibadah sudah mewujud dalam bentuk indahnya akhlak seseorang, maka simpati
dari sesama akan terbit dan menyinari kehidupan yang kita jalani. Ternyata,
semuanya menjadi makin indah dengan ibadah!!!
“ Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari perbuatan keji (kejahatan) dan munkar (anarkis) “
(QS.AL-Ankabut:45 )
0 komentar:
Posting Komentar