Tampilkan postingan dengan label ikhwan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ikhwan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Oktober 2010

Nasehat Facebooker Untuk Ikhwan & Akhwat !

Assalamu alaikum wr.wb. 

Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Ta'aruf proses perkenalan dan pendekatan antara laki-laki dan wanita yang hendak menikah. Ta'aruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta`aruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta'aruf adalah dari segi tujuan, cara, dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat. Sedang ta'aruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan. Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu. 

Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir mobil ahli yang memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar menawar. Ketika melakukan ta'aruf, seseorang baik pihak laki atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu sendiri. Silahkan periksa dengan baik dan kalau tertarik, mari bicara harga. 

Dalam upaya ta'aruf dengan calon pasangan, pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi ta`aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk dilihat. 

Dan khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh disana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua tapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak tangan wanita pun bukan termasuk aurat. Lalu bagaimana dengan keharusan ghadhdhul bashar ? Bab ghadhdhul bashar tempatnya bukan saat ta`aruf, karena pada saat ta`aruf, secara khusus Rasulullah SAW memang memerintahkan untuk melihat dengan seksama dan teliti. Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. 

Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Janganlah ta`aruf menjadi pacaran. Sehingga tidak terjadi khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami istri ini. Wallahu a'lam bish-shawab. Ta'aruf Via Chating Bismillahirrahmanirrahim Ada yang belum tahu istilah ta’aruf? Sebenarnya itu bukan istilah tapi bahasa Arab dari kata ‘perkenalan’. Menurut sebagian orang, kata ta’aruf masih sangat umum. Tapi menurut sebagian yang lain sudah menjadi istilah khusus, yaitu proses awal perkenalan untuk menjalin ikatan suci pernikahan. Istilah ini menjadi sangat populer setelah muncul film Ayat-ayat Cinta, kemudian ditambah dengan proses pernikahan tokoh nasional Dr. Hidayat Nurwahid dengan dr. Diana. 

Maka tulisan ini juga mengikuti trend yang semakin subur di tanah air. Nikah (akad nikah) adalah sebuah ikatan janji suci. Menjadikan yang haram menjadi halal seketika. Tidak heran jika banyak orang mengatakannya sebagai sesuatu yang sangat sakral atau disakralkan. Tidak kalah sakralnya adalah proses sebelumnya sehingga mengantarkan pada ikrar akad nikah, yaitu proses ta’aruf. Kalau salah potong rambut, masih bisa tumbuh. Kalau salah tulis bisa diralat. Tapi kalau salah pilih pasangan hidup akibatnya sangat fatal. Sebagaimana yang terjadi, proses ini sangat beragam, dari yang sangat kotor sampai yang benar-bebar bersih suci, sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Saw.. Penjelasan panjang lebar tentang ta’aruf ini sudah banyak diulas dalam buku-buku tentang pernikahan. Status kedua calon suami isteri dalam tahap ini jelas masih orang lain alias belum halal. Maka proses ini tidak membenarkan khalwat. 

Bagaimana dengan ta’aruf via chating atau email? Apakah chating termasuk khalwat? Khalwat dalam pandangan ulama adalah dua orang lawan jenis yang bukan mahram dalam suatu tempat yang sepi dari orang lain. Tentu saja tidak bisa diqiyaskan begitu saja dengan chating yang berlainan tempat, tidak saling memandang, dan tidak juga mendengar suara satu sama lain. Untuk menjawab pertanyaan di atas secara syar’i membutuhkan observasi yang cukup mendalam. Karena kemampuan saya sangat terbatas dalam masalah ini, maka saya memilih untuk memandangnya dari sisi yang lain. 

Dalam masalah sakral ini chating saya anggap masih abu-abu. Artinya hukumnya belum jelas. Berhadapan dengan persoalan yang masih meragukan, Rasulullah Saw memberikan solusi yang baik, yaitu meninggalkannya dan mencari yang tidak meragukan. (da’ maa yuriibuka ilaa maa laa yuriibuka). “Kalo mo nyari jodoh, lewat jalan biasa aja. Jangan ikut-ikutan aku,” pesan seorang kawan kepada saya. Tidak tau pasti, apakah pesan itu wujud dari penyesalan atau bukan. Yang jelas akad nikah sudah siap segalanya. Sebelumnya saya juga mendapatkan fenomena yang hampir sama. Bahkan melihat lebih jelas bagaimana perasaan seorang yang berbicara masalah ini via chating, berjam-jam, hati dag dig dug, kadang tidak bisa dituliskan dengan kata, sama-sama gengsi, sulit menggerakkan jari di atas keyboard saat menyentuh inti masalah. Wah seru banget… Akhirnya keluar juga apa yang menggumpal di dada. Masing-masing sudah merasa saling memiliki (lho kok bisa?). Namun selang beberapa hari, chating beberapa jam dengan hati berdebar-debar itu akhirnya putus hubungan dua insan yang sudah komitmen. 

Memang terkadang dari tulisan, kita bisa mengenal kepribadian sang penulis. Tapi apakah kita sudah yakin dengan pilihan itu hanya dengan modal satu cermin. Pilihan atas dasar tulisan yang bagus atau perilaku akhlak dan amal shaleh. Ketika ditanya masalah yang sangat sulit diketahui orang lain ini, apakah bisa diungkapkan dengan beberapa kata singkat di email atau chating? Atau cukup dengan melihat headshot berjenggot tipis rapi dengan baju sopan. Atau karena sekolah di universitas islam tertua dunia? Jangan salah loh! Mas Guntur Romli juga jebolan universitas itu. Tidak semua penimba ilmu di instansi itu seperti Fachri dalam ACC atau Azzam dan Furqan dalam KCB. 

Tentang menentukan calon pasangan hidup, tidak sedikit yang tergelincir sehingga menempuh jalan spekulasi. Padahal pemahaman tentang Islam sudah lumayan matang. Bahkan sudah pernah mengikuti ta’hiil az-zawaaj. Ada yang belum paham istilah ini? berarti Anda harus cari tau dan ikuti. Selamat dan sukses buat semua. Semoga yang lagi was-was dan gelisah segera diberikan ketenangan. Dipilihkan Allah Swt. dengan orang yang tepat. Memulai dengan takwiin al-fardi al-muslim, kemudian membangun al-usrah al-muslimah, dilanjutkan dengan terciptanya al-mujtama' al-islamy. 

Dengan izin Allah Swt., cita-cita untuk mewujudkan ad-daulah al-islamiyah yang dijanjikan dan diridhai-Nya akan segera terwujud. 

Wallaahu a’lam bish-shawaab.

Jumat, 24 September 2010

"DIALAH IKHWAN IDAMANKU"


afwan ne sohep,ane kuasih preambule dulu ya,,jd musti sbr..Allah ja dah pesen "InnaAllaha Ma'as Shobirin".. jd gni hep awal mulanya..pas ane lagi iseng search gtu, ane nemu curhatan para akhwat..nah ane share jd artikel ini sapa tau tu br'mnfaat bt para akhwat n kale2 ad jg yg minat ma ane punya niat..apalagi klo bkn niat tu jd tmn dkt dunia akhirat..:-)))))bkn promo see tp mirip iklan diri dkitlah...(sama kaleee).. :-))))
(biar engga' merubah makna'n..ane ksh tu ori'n tp ada tG ane ksh komen dkit..gMesin soalX) ..

ne critanya :

... Siapa sih yang nggak ngarepin kebaikan? Kita yakin banget bahwa setiap orang pengen dapetin kebaikan. Ia berdoa dan berusaha untuk mendapatkan kebaikan tersebut. BTW, nggak ada salahnya juga kalo ngarepin kebaikan dalam urusan pendamping hidup. Namanya juga pendamping hidup, berarti harapannya, selama kita hidup ya si dia menjadi pendamping kita. Begitu pun sebaliknya. Sobat muda muslim, kalo pekan kemarin kita bahas dari sisi ikhwan yang punya hajat, sekarang kita pengen menelusuri harapan dan impian para akhwat tentang ikhwan. Maksudnya biar adil (satu sama), gitu lho. Oya, buat kamu yang masih SMA (apalagi SMP), tolong jangan merasa kalo bahasan kita kali ini tuh dewasa banget. Jangan ya. Soalnya, kalo kamu udah baligh kan disebut dewasa juga. Itu sebabnya, insya Allah masih cocok. Cuma mungkin perlu dengan catatan tambahan, bahwa kalo sampe mikirin nikah sementara masih berseragam putih-biru dan putih-abu, jangan dulu deh. Oke? Jadiin aja tulisan ini sebagai info penting buat ke depannya. Yup, pembelajaran seperti ini insya Allah penting banget. Sebab, kita juga ngeri dengan perkembangan temen-teman yang kayaknya udah “siaga satu” dalam kasus pergaulan bebas (termasuk seks bebas di dalamnya). Bahaya banget gitu lho. Jadi intinya, daripada anak-anak SMP or SMA dijejali dengan gaya hidup permisif dan hedonis, yang akhirnya membuat mereka salah asuh dan salah arah, mendingan kita kenalkan model pergaulan dalam Islam, khususnya dalam membentuk prinsip mencari pendamping hidup. 

Bukan mencari teman kencan saat pacaran. Tul nggak? Sobat muda muslim, setiap perbuatan yang kita lakuin tuh pasti sesuai dengan cara pandang kita terhadap perbuatan tersebut. Lebih luas lagi cara pandang kita tentang hidup. Kalo kita memandang hidup tuh sekadar tumbuh, berkembang, lalu sampai titik tertentu mati (dan nggak ada kehidupan akhirat), maka perbuatan kita pun bakalan ngikutin apa yang kita pahami tentang kehidupan tersebut. Kita bisa bebas berbuat apa saja sesuai keinginan kita, karena kita merasa bahwa hidup cuma di dunia. Kehidupan setelah dunia kita anggap nggak ada. Artinya, kita jadi nggak kenal ada istilah pahala dan dosa. Sebaliknya, bagi kita yang meyakini bahwa kita berasal dari Allah Swt. yang menciptakan kita semua, terus hidup di dunia juga adalah untuk ibadah kepadaNya, dan setelah kematian kita akan hidup di alam akhirat sesuai dengan amalan yang kita lakukan di dunia. Kalo banyak amal baik yang kita lakukan, insya Allah balasannya pahala dan di tempatkan di surga. 

Sebaliknya, kalo lebih banyak atau selama hidup kita maksiat, jelas dosa dan kita ditempatkan di akhirat di tempat yang buruk, yakni neraka. Naudzubillahi min dzalik. Nah, dengan sudut pandang terhadap kehidupan yang benar, maka ketika berbuat apapun kita akan menyesuaikan dengan cara pandang kita tentang kehidupan yang benar itu. Termasuk ketika mencari pendamping hidup kita. Nggak sembarangan lho. Nggak asal seneng ngeliatnya aja. Nggak asal bisa dipamerin (emangnya piala?). Nggak asal cuma banyak harta. Intinya sih, kita bakalan berpikir gimana seharusnya menurut aturan Islam. Bukan berpikir sebagaimana adanya kehidupan tersebut. Ini penting dan perlu. Sebab, kalo yang berpikirnya “sebagaimana adanya kehidupan”, ya akan berpikir bebas nilai. Misalnya ketika manusia itu dianggap berhak melakukan apa saja, maka tentu akan berbuat apa saja sesukanya (berzina, minum khamr, konsumsi narkoba, judi, pacaran dsb). Karena merasa mereka berhak ngelakuin hal tersebut. Nggak terikat aturan yang benar. Sementara yang berpikirnya “sebagaimana seharusnya”, maka ia akan nyocokkin dengan aturan yang benar. Karena menganggap kehidupan yang ada ini harus sesuai aturan yang benar, gitu lho. Dan Islamlah yang benar. BTW, kayak gimana sih ikhwan yang dicari, diharepin, dan diinginkan akhwat? Keimanannya dong ya… 

Sebagai seorang muslim, tentunya setiap perbuatan kita wajib menyesuaikannya dengan aturan Islam. Nggak boleh sesukanya. Nah, termasuk dalam hal memilih calon pendamping hidup, baik ikhwan maupun akhwat. Tapi di edisi pekan ini kita pengen tahu pendapat para akhwat soal ikhwan idamannya. Sebut saja Mawar, ia punya kriteria ikhwan idaman, “Yang saleh, baik, cakep, pengertian, ngerti agama,” paparnya via e-mail yang pertanyaan udah disebar STUDIA via beberapa mailing list. “Kalo aku sih pengennya tuh ikhwan taat beribadah alias sholeh, hormat sama ortu, sopan, baik hati, pinter. Tapi yang jelas yang pertama agamanya harus OK dan punya semangat berjuang di jalan Allah dengan istiqomah,” tulis Ninink dalam e-mailnya. Mila, bukan nama sebenarnya ikutan ngasih komen, “Tipe ikhwan yang disukai, biasa, standar akhwat: Baik agamanya, baik akhlaknya, baik sama keluargaku, mengerti aku (egois banget ya? Hehe..), lebih pinter dari aku (tapi bukan pinter ngeboong ya), punya inner (enak dipandang juga boleh), udah punya penghasilan en mapan (kalo ini request-an ibuku... hehehe),” Mila ngejembrengin via e-mailnya. 

Hmm.. para ikhwan, kedengarannya sederhana ya? Pengen ngarepin tipe ikhwan yang sholeh. Nah, masalahnya, amal sholeh tuh kan selalu digandeng dengan keimanan. Sebab, nggak mungkin ada amal sholeh tanpa keimanan. Nggak mungkin pula ada orang yang sholeh tapi nggak beriman. Tul nggak? ("Innaladzi amanu wamilussholihati")Cakep? Boljug deh... Ehm... akhwat juga manusia lho..(ane pkir robot tr'nyata manusia jg) Maka wajar dong kalo kepengen ‘gandengannya’ (truk kaleee..) tuh sedap dipandang mata. Meski nggak semua ngelihat tampang (emang sich tmpang ane pas-pas2an..pas ngangengin, pas nyejukin, pas dijadiin calon suami..embeeeer), tapi ada juga yang ngarepin nilai plusnya (apan tuch).Artinya, imannya oke tapi ganteng juga dong (jd GR ane..:-))..) Boleh-boleh aja sih. “Jujur aja kalo ngeliat ikhwan yang cakep mupeng alias muka pengen juga kali ya, apa lagi kalo dia rajin beribadah. Tapi kayaknya hanya suka sebatas penglihatan aja kali. Syukur-syukur sih bisa berjodoh ama dia he..he..he..” tulis Ira di surat elektroniknya. Sebut saja akhwat berinisial “sg”, doi nulis begini dalam e-mail yang dikirim ke STUDIA, “Tergantung sih, saya bukan tipe orang yang gampang suka ama cowok cakep. Sebab, saya suka cowok yang punya kekhasan cara pandang (ideologis gituuuh), rambutnya gondrong, celananya rombeng, berani berbicara, seneng baca buku (kecuali komik), terbuka/bijak (dalam arti, saat menemukan sesuatu yang benar mau menerima dan beralih dari cara pandang sebelumnya), wawasannya luas, tegas, PeDe, bertanggungjawab, cerdas booo, jidatnya nggak item, celana nggak nyongklang.” Waduh, nih sih diborong semua dong? Hehehe.. nggak apa-apa tiap orang kan berbeda selera. Silakan aja kalo mo nyari yang ganteng or cakep. Sah-sah aja. But, pastikan dong yang Arjuna-mu itu taat beribadah dan sholeh. Tul nggak? Kalo cuma cakep doang sih rugi. Tapi kalo ada yang keimanannya oke, ilmu agamanya oke, dan cakep pula, boleh juga diincer. Asal ada syaratnya, dia juga suka sama kamu. Gubrak! (iya dong, masa’ sih kita harus bertepuk sebelah tangan—Pupus dong jadinya) Perilakunya menyenangkan Umumnya sih, ikhwan yang udah oke keimanannya, insya Allah oke juga kepribadiannya. Sebab, setiap apa yang dilakukan itu pastinya ngikutin cara pandang kehidupannya. Artinya, apa yang diilakukannya sesuai yang dipahami. Tapi, kadang praktek beda ama teori. Nah, gimana nih dengan ikhwan yang jaim? Atau gimana pula menurutmu kalo ada ikhwan yang caper bin ganjen ama akhwat? “Aku nggak suka kalo ngeliat ikhwan yang jaim. Kayaknya dia tipe orang yang nggak pede untuk menunjukkan jati dirinya (cieee). Apalagi kalo ngeliat ikhwan yang caper dan ganjen ama akhwat, aku nggak suka banget. Karena biasanya ikhwan yang kayak gitu orangnya rese… kan nggak semua akhwat suka diganjenin (99,99 % nggak suka),” tulis Ira ke STUDIA. But, karena menurut Ira 99,99 persen akhwat nggak suka, ternyata masih ada tuh dari 0,01 persen akhwat yang suka tipe ikhwan yang jaim. Sebut aja Yanti, menurutnya, “Suka, sebab kita-kita jadi tengsin kalau mau jailin ikhwan jaim. Tapi kalo ganjen dan caper nggak sukaaaaa.... ikhwan kok nggak inisiatif cari kerjaan selain caper-in akhwat” paparnya. “Keimanan so pasti dong ya kudu jadi pilihan utama. But, perilakunya juga harus mencerminkan keimanannya. Jadi aku nggak suka sama ikhwan yang ganjen, yang suka caper sama akhwat, yang sombong, yang nggak mau akur sama ikhwan lainnya, yang ngomongnya nggak sopan. Meskipun dia ilmu agamanya bagus dan rajin berdakwah,“ jelas Arini. Waaah... harap hati-hati buat para ikhwan. Jangan sampe para akhwat udah nggak sreg duluan sama kita pas ngelihat tampilan kita kayak gitu. Memang sih, ikhwan juga manusia (yeee.. nggak mau kalah sama akhwat yang juga manusia). Karena manusia, maka nggak bisa lepas dari kelemahan dan keterbatasan. Memang sih, tapi kan bisa dipermak jadi oke. Soalnya yang namanya afektif (perasaan or emosional) itu bisa dilatih dengan pembiasaan. Jika si dia melamarmu... Maaf, maaf, jangan keburu kepikiran pembahasan ini khusus dewasa. Ya, mungkin ini lebih baik, daripada ditulis: “jika si dia memacarimu...”. Tul nggak? Justru kita harus membiasakan pemahaman bahwa hubungan akrab pranikah (baca: pacaran—gaul bebas-apalagi seks bebas) itu salah. Sementara hubungan yang sah untuk saling mencurahkan kasih-sayang dan perhatian antara ikhwan-akhwat, tentunya lewat pernikahan. Ini yang harus terus dikampanyekan. Itu sebabnya saya lebih memilih diksi alias pilihan kata, “melamarmu”. Setuju kan? Awas kalo nggak setuju (idih, ngancem!) Sobat muda muslim, kalo suatu saat kamu udah siap nikah, terus ada ikhwan yang mo ngelamar kamu, apa yang bakalan kamu lakukan? “Ehm... siapa pun ikhwan yang dateng. Aku nggak bisa langsung memutuskan. Sholat istikharah adalah solusinya. Tapi urusan fisik en materi, kayaknya nggak zamannya lagi dipermasalahkan (yang harus dilobi tuh ortu, coz siapa sih ortu yang rela anaknya hidup miskin. Kedengeran matre sih, tapi sebenernya ortu bersikap kayak gitu, aku yakin alasan mendasarnya bukan karena matre, mereka cuma pengen anaknya hidup bahagia. Ciee.. sok bijaksana gini nih).” Mila menulis barisan kata-kata ini via e-mailnya ke STUDIA. Bener nih? Eh, kalo ada ikhwan yang gagah, keren, pinter, tsaqafah Islamnya juga tinggi, anak orang kaya, rajin berdakwah, sholeh, keimanannya mantep (wuih, ada nggak sih se-perfect ini di dunia nyata?), terus kamu ngarepin jadi pendamping hidupnya nggak? “Oh... so pasti gitu looh! Eh, tapi ikhwan yang seperti itu langka ditemukan,” Tika ngasih jawaban. “Ingin banget, tapi semua keputusan akhir kan Allah yang nentuin, kita mungkin cuma bisa usaha,” Ninink menjawab dengan bijak. ... Tapi, gimana kalo setelah sekian lama menanti ikhwan idaman hati, eh, yang dateng tuh ikhwannya dengan kriteria: wajah pas-pasan, miskin, ilmu agamanya biasa aja, hanya rajin sholat dan dakwah. Gimana tuh? “It’s ok. I’ll receive. Yang jelas dia orang yang terbuka, bijak, dewasa, dan merdeka. Kekayaan baginya adalah pemikiran yang diejawantahkan dalam kehidupan dan perjuangan. Dan atas dasar itu pula, mencuatlah kesadaran dalam dirinya utk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dipanggulnya. Cukup itu, tidak lebih.” papar akhwat yang punya inisial “sg” dalam e-mailnya ke STUDIA.

para sohep,,kata si akhwat kayakx kalo crita2'n tu ditampung semua bisa puuuuuuanjang BGT. Tapi yang jelas, kita bisa punya kesimpulan bahwa umumnya para akhwat mencari ikhwan idaman yang imannya mantep, sholeh, pengertian, perhatian, dan punya jiwa pengemban dakwah. Wuih, sederhana dan sangat wajar. Semoga ini menjadi pegangan dan ukuran kita semua. Karena, yang namanya keimanan (akidah) tuh kriteria number one euy dalam prioritas pilihan kita untuk mencari pendamping hidup. Nggak bisa ditawar lagi.
Oke, ne tulisan sekadar crita yg ane baca dari rubrik "DIALAH IKHWAN IDAMANKU"gmn tu para ikhwan dan akhwat kira2 sePakat engga' ... :-)

Smg br'manfaat n jadi bahan renungan kita. "jazakumullah".

Template by : Pesantren Facebook Inspiratif : kendhin x-template.blogspot.com