Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Ta'aruf proses perkenalan dan pendekatan antara laki-laki dan wanita yang hendak menikah. Ta'aruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta`aruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta'aruf adalah dari segi tujuan, cara, dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat. Sedang ta'aruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan. Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu.
Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir mobil ahli yang memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar menawar. Ketika melakukan ta'aruf, seseorang baik pihak laki atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu sendiri. Silahkan periksa dengan baik dan kalau tertarik, mari bicara harga.
Dalam upaya ta'aruf dengan calon pasangan, pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi ta`aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk dilihat.
Dan khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh disana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua tapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak tangan wanita pun bukan termasuk aurat. Lalu bagaimana dengan keharusan ghadhdhul bashar ? Bab ghadhdhul bashar tempatnya bukan saat ta`aruf, karena pada saat ta`aruf, secara khusus Rasulullah SAW memang memerintahkan untuk melihat dengan seksama dan teliti. Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya.
Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Janganlah ta`aruf menjadi pacaran. Sehingga tidak terjadi khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami istri ini. Wallahu a'lam bish-shawab. Ta'aruf Via Chating Bismillahirrahmanirrahim Ada yang belum tahu istilah ta’aruf? Sebenarnya itu bukan istilah tapi bahasa Arab dari kata ‘perkenalan’. Menurut sebagian orang, kata ta’aruf masih sangat umum. Tapi menurut sebagian yang lain sudah menjadi istilah khusus, yaitu proses awal perkenalan untuk menjalin ikatan suci pernikahan. Istilah ini menjadi sangat populer setelah muncul film Ayat-ayat Cinta, kemudian ditambah dengan proses pernikahan tokoh nasional Dr. Hidayat Nurwahid dengan dr. Diana.
Maka tulisan ini juga mengikuti trend yang semakin subur di tanah air. Nikah (akad nikah) adalah sebuah ikatan janji suci. Menjadikan yang haram menjadi halal seketika. Tidak heran jika banyak orang mengatakannya sebagai sesuatu yang sangat sakral atau disakralkan. Tidak kalah sakralnya adalah proses sebelumnya sehingga mengantarkan pada ikrar akad nikah, yaitu proses ta’aruf. Kalau salah potong rambut, masih bisa tumbuh. Kalau salah tulis bisa diralat. Tapi kalau salah pilih pasangan hidup akibatnya sangat fatal. Sebagaimana yang terjadi, proses ini sangat beragam, dari yang sangat kotor sampai yang benar-bebar bersih suci, sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Saw.. Penjelasan panjang lebar tentang ta’aruf ini sudah banyak diulas dalam buku-buku tentang pernikahan. Status kedua calon suami isteri dalam tahap ini jelas masih orang lain alias belum halal. Maka proses ini tidak membenarkan khalwat.
Bagaimana dengan ta’aruf via chating atau email? Apakah chating termasuk khalwat? Khalwat dalam pandangan ulama adalah dua orang lawan jenis yang bukan mahram dalam suatu tempat yang sepi dari orang lain. Tentu saja tidak bisa diqiyaskan begitu saja dengan chating yang berlainan tempat, tidak saling memandang, dan tidak juga mendengar suara satu sama lain. Untuk menjawab pertanyaan di atas secara syar’i membutuhkan observasi yang cukup mendalam. Karena kemampuan saya sangat terbatas dalam masalah ini, maka saya memilih untuk memandangnya dari sisi yang lain.
Dalam masalah sakral ini chating saya anggap masih abu-abu. Artinya hukumnya belum jelas. Berhadapan dengan persoalan yang masih meragukan, Rasulullah Saw memberikan solusi yang baik, yaitu meninggalkannya dan mencari yang tidak meragukan. (da’ maa yuriibuka ilaa maa laa yuriibuka). “Kalo mo nyari jodoh, lewat jalan biasa aja. Jangan ikut-ikutan aku,” pesan seorang kawan kepada saya. Tidak tau pasti, apakah pesan itu wujud dari penyesalan atau bukan. Yang jelas akad nikah sudah siap segalanya. Sebelumnya saya juga mendapatkan fenomena yang hampir sama. Bahkan melihat lebih jelas bagaimana perasaan seorang yang berbicara masalah ini via chating, berjam-jam, hati dag dig dug, kadang tidak bisa dituliskan dengan kata, sama-sama gengsi, sulit menggerakkan jari di atas keyboard saat menyentuh inti masalah. Wah seru banget… Akhirnya keluar juga apa yang menggumpal di dada. Masing-masing sudah merasa saling memiliki (lho kok bisa?). Namun selang beberapa hari, chating beberapa jam dengan hati berdebar-debar itu akhirnya putus hubungan dua insan yang sudah komitmen.
Memang terkadang dari tulisan, kita bisa mengenal kepribadian sang penulis. Tapi apakah kita sudah yakin dengan pilihan itu hanya dengan modal satu cermin. Pilihan atas dasar tulisan yang bagus atau perilaku akhlak dan amal shaleh. Ketika ditanya masalah yang sangat sulit diketahui orang lain ini, apakah bisa diungkapkan dengan beberapa kata singkat di email atau chating? Atau cukup dengan melihat headshot berjenggot tipis rapi dengan baju sopan. Atau karena sekolah di universitas islam tertua dunia? Jangan salah loh! Mas Guntur Romli juga jebolan universitas itu. Tidak semua penimba ilmu di instansi itu seperti Fachri dalam ACC atau Azzam dan Furqan dalam KCB.
Tentang menentukan calon pasangan hidup, tidak sedikit yang tergelincir sehingga menempuh jalan spekulasi. Padahal pemahaman tentang Islam sudah lumayan matang. Bahkan sudah pernah mengikuti ta’hiil az-zawaaj. Ada yang belum paham istilah ini? berarti Anda harus cari tau dan ikuti. Selamat dan sukses buat semua. Semoga yang lagi was-was dan gelisah segera diberikan ketenangan. Dipilihkan Allah Swt. dengan orang yang tepat. Memulai dengan takwiin al-fardi al-muslim, kemudian membangun al-usrah al-muslimah, dilanjutkan dengan terciptanya al-mujtama' al-islamy.
Dengan izin Allah Swt., cita-cita untuk mewujudkan ad-daulah al-islamiyah yang dijanjikan dan diridhai-Nya akan segera terwujud.
Wallaahu a’lam bish-shawaab.
0 komentar:
Posting Komentar